Picture from HERE
I. PENGERTIAN KALIMAT
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki
subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu
bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan
frasa.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan
dengan suara naik turun, dan keras
lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru
(!).
II. POLA KALIMAT
DASAR
Setelah membicarakan beberapa
unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita telah dapat menentukan
pola kalimat dasar
itu sendiri.
Berdasarkan penelitian
para
ahli, pola
kalimat dasar
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1. KB + KK :
Siswa berdiskusi.
2. KB + KS :
Guru itu ramah.
3. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh
ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) :
Rumahnya
di Palembang.
5. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.
6. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2 : Rustam peneliti.
Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai
keterangan dan dapat pula pola-pola
dasar itu digabung-gabungkan
sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.
Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat pula
berupa kalimat mejemuk.
Kalimat
majemuk dapat bersifat setara (koordinatif0, tidak
setara
(subordinatif), ataupun campuran (koordiatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam
kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek
dan satu predikat. Pada
hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan
kepada kalimat-kalimat dasar yang
sederhana.
Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana
itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya.
A. Kalimat Tunggal
2. keterangan waktu, seperti setiap hari,
pada pukul 19.00, tahun depan,
kemarin sore, dan minggu kedua bulan
ini;
3. keterangan
alat seperti dengan linggis,
dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos,
dan dengan cek;
4. keterangan
modalitas, seperti harus, barangkali,
seyogianya, sesungguhnya, dan sepatutnya;
5. keterangan cara, seperti dengan hati- hati, seenaknya saja, selakas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;
6. keterangan
aspek, seperti akan, sedang,
sudah, dan telah.
7. keterangan tujuan, seperti agar
bahagia, supaya tertib, untuk anaknya, dan bagi kita;
8. keterangan
sebab, seperti karena tekun, sebab
berkuasa, dan lantaran panik;
9. keterangan
pewatas yang, seperti siswa yang nilainya 9 keatas, para atlet yang sudah
menyelesaikan latihan, dan pemimpin
yang memperhatikan rakyatnya;
10. keterangan aposisi, yaitu keterangan
yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak.
Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebi. Kalimat majemuk setara
dikelompokkan menjadi empat jenis,
sebagai berikut.
Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan
ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut
pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan
sebagainya dengan aspek
gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat.
Perhatikan perbedaan keterangan alat dan keterangan cara berikut ini.
Dengan + kata benda =
keterangan alat
Dengan + kata kerja/kata sifat = keterangan
cara.
Contoh kemungkinan perluasan kalimat tercantum di bawah ini.
1. Gubernur/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
2. Gubernur DKI Jakarta/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
B. Kalimat Majemuk Setara
1. Dua kalimat tunggal
atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan,
dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara penjumlahan. Contoh:
Kami membaca.
Mereka menulis.
Kami membaca
dan mereka menulis.
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua
kalimat tunggal.
Contoh:
Direktur tenang.
Karyawan duduk teratur.
Para
nasabah antre.
Direktur tenang, karyawan
duduk teratur, dan
para
nasabah antre.
2. Kedua kaltunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika
kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan
hasilnya disebut
kalimat majemuk setara
pertentangan.
Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong negara maju.
Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara
berkembang.
Amerika
dan Jepang tergolong negara maju,
tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan
dalam menghubungkan dua kalimat tunggal dalam kalimat
majemuk setara pertentangan ialah kata
sedangkan dan melainkan seperti kalimat berikut.
Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan
Museum Iptek terletak di Taman Mini.
3. Dua kalimat tunggal
atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.
Contoh:
Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan nama- nama
juara
MTQ
tingkat dewasa.
4. Dua kalimat
tunggal atau
lebih
dapat pula dihubungkan
oleh kata
atau jika kalimat
itu menunjukkan pemilihan, dan
hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
Contoh:
Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang terdekat, atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi langsung.
C. Kalimat Majemuk Tak Setara
Contoh:
1. a. Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal)
b. Mereka masih dapat
mengacaukan data-data komputer. (tunggal)
c.
Walaupun komputer itu
dilengkapi dengan alat-alat
modern,
mereka
masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.
2. a. Para pemain sudah
lelah
b. Para pemain boleh
beristirahat.
c. Karena para pemain sudah
lelah, para pemain boleh beristirahat.
d. Karena sudah lelah, para
pemain boleh
beristirahat.
Sudah dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan
anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan
hal-hal lain.
Mari kita
perhatikan kalimat di bawah ini.
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas, saya
akan membawamu ke sauna.
Anak
kalimat:
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas.
Induk kalimat:
Saya akan membawamu ke sauna.
Penanda anak kalimat ialah kata walaupun,
meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau,
sebab, agar, supaya,
ketika, sehingga, setelah,
sesudah,
sebelum, kendatipun,
bahwa,
dan
sebagainya.
D. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk
setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk tak
setara (bertingkat).
Misal:
1. Karena hari sudah malam,
kami berhenti dan langsung pulang.
2. Kami pulang, tetapi
mereka masih bekerja karena tugasnya
belum selesai.
Penjelasan
Kalimat pertama terdiri atas induk kalimat yang berupa
kalimat majemuk setara, kami pulang, tetapi mereka masih
bekerja,
dan
anak
kalimat karena tugasnya belum
selesai.
Jadi,
susunan kalimat kedua adalah setara + bertingkat.
Misal:
Positif
1. Presiden Obama mengadakan kunjungan ke luar negeri.
2. Indonesia menggunakan sistem anggaran
yang berimbang.
Negatif
1. Tidak semua
bank memperoleh kredit lunak.
2.
Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mendapat informasi yang memuaskan tentang bisnis komdominium di kota- kota besar.
B. Kalimat Pertanyaan (Interogatif)
Misal:
Positif
1. Kapan
Saudara berangkat ke Singapura?
Negatif :
1.
Mengapa
gedung
ini dibangun
tidak sesuai dengan hal yang disepakati?
Misalnya:
Positif
1. Mohon
antarkan buku ini ke sekretaris!
2. Tolong buatlah dahulu
rencana pembiayaannya.
Negatif :
1.
Sebaiknya kita
tidak berpikiran sempit tentang hak asasi manusia.
2. Janganlah kita enggan mengeluarkan zakat kita jika sudah tergolong orang mampu.
Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau yang mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya tanda seru
atau tanda titik pada kalimat tulis).
Misal:
Positif
1. Bukan main,
cantiknya.
2. Nah,
ini
dia yang kita
tunggu.
Negatif
1. Aduh, pekerjaan
rumah
saya tidak terbawa.
2. Wah, target Tontowi di Olimpiade tidak tercapai.